Minggu, 07 Maret 2010

Surat Perintah Membayar

SURAT PERINTAH MEMBAYAR
Oleh: Mulhadi,SH.,M.Hum

A.     SURAT WESEL
1. Istilah:
Belanda……(Wissel)
Jerman…….(Wechsel)
Perancis…(Lettre de change)
Inggris……..(Bill of Exchange)
Artinya : alat tukar menukar

2. Dasar Hukum:
                  Bab IV Buku I KUHD, mulai pasal 100 s/d pasal 173
3. Definisi :
                  Surat wesel atau wissel (Belanda); wechsel (Jerman); Letre de Change (Perancis); dan Bill of Exchange/Draft (Inggris). KUHD tidak secara tegas menyebutkan pengertian surat wesel, tetapi hanya dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 100 KUHD, yang menyebutkan surat wesel adalah surat berharga yang memuat kata “wesel” di dalamnya, ditanggali dan ditandatangani di suatu tempat, dalam mana penerbit (trekker) memberi perintah tak bersyarat kepada tersangkut (betrokkene) untuk membayar sejumlah uang pada hari bayar (vervaldag) kepada orang yang ditunjuk oleh penerbit yang disebut penerima (nemer) atau penggantinya di suatu tempat tertentu.
                  Dalam Black`s Law Dictionary (1990:493), menyebutkan bahwa Draft is a written order by the first party called the drawer, instructing a second party, called the drawee (such as a bank). An order to pay money to a third party, called the payee. An order to pay a sum certain in money, signed by a drawer, patable on demand or at a definite time, and to order or bearer. An unconditional order to pay money drawn by drawer on drawee the order of the payee”.
Berdasarkan definisi Wesel di atas maka personalia yang bersangkutan dengan surat wesel dapat diperinci sebagai berikut:
a.       Penerbit (trekker; drawer), yaitu orang yang mengeluarkan/menerbitkan surat wesel
b.       Tersangkut (betrokkene;drawee), yaitu orang yang diberi perintah tanpa syarat (oleh penerbit) untuk membayar nilai harga yang tercantum dalam surat wesel
c.       Akseptan (acceptant;acceptor), yaitu tersangkut yang telah menyetujui untuk membayar surat wesel pada hari bayar dengan memberikan tanda tangannya
d.       Pemegang pertama (nemer; holder), yaitu orang yang menerima surat wesel pertama kali dari penerbit, yang berhak atas nilai uang yang tercantum dalam surat wesel
e.        Pengganti (geendosseerde; indorsee), yaitu orang yang menerima peralihan surat wesel dari pemegang sebelumnya
f.        Endosan (endosant; indorser), yaitu orang yang memperalihkan surat wesel kepada pemegang berikutnya
Point a,b,dan c disebut juga para debitur wesel. Sedangkan d,e dan f adalah kreditur surat wesel


 







4. Syarat-syarat Formal Surat Wesel
                  Menurut pasal 100 KUHD, surat wesel harus memenuhi syarat formal sbb:
a.      Nama atau istilah “wesel” harus dimuatkan dalam teksnya sendiri dan disebutkan dalam bahasa surat itu ditulis
b.      Perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu
c.       Nama orang yang harus membayarnya (tertarik/tersangkut)
d.      Penetapan hari bayar (jatuh tempo)
e.      Penetapan tempat dimana pembayaran dilakukan
f.        Nama orang yang kepadanya atau kepada orang lain yang ditunjuk olehnya (pengganti), pembayaran harus dilakukan
g.      Tanggal dan tempat surat wesel ditariknya/diterbitkan
h.      Tandatangan orang yang mengeluarkannya (penarik)

5. Bentuk-bentuk Umum Surat Wesel:
1).          Wesel atas nama. Yaitu wesel yang nama pemiliknya ditulis dalam wesel itu. Meskipun wesel ini atas nama, tetapi dapat diserahkan kepada orang lain dengan cara endosemen, yang mempunyai akibat sebagai endosemen biasa. Rumusan klausula wesel atas nama adalah:”Harap sdr bayar wesel ini kepada sdr. Hendra uang sejumlah Rp…”
2).          Wesel kepada pengganti, yaitu wesel yang disamping nama pemiliknya, juga ada tambahan klausula yang berbunyi “atau penggantinya”. Penyerahan wesel ini dengan endosemen. Rumusan klausula wesel kepada pengganti: “Harap sdr bayar wesel ini kepada sdr. Hendro atau penggantinya uang sejumlah Rp…”
3).          Wesel tidak kepada pengganti, yaitu wesel atas nama dengan tambahan klausula “tidak kepada pengganti”. Wesel jenis ini bukanlah termasuk surat berharga, melainkan surat rekta/wesel rekta (surat yang berharga). Peralihannya dilakukan dengan cara sesi (cessie). Rumusan klausula wesel rekta :”Harap sdr bayar wesel ini kepada sdr Joko tidak kepada pengganti uang sejumlah Rp…”

6. Bentuk-bentuk Wesel Khusus

                  KUHD mengenal wesel-wesel bentuk khusus yang diatur dalam pasal 102, 102a, 103, dan 126, sbb:
1).          Wesel yang diterbitkan untuk penerbit sendiri atau penggantinya
Wesel ini diterbitkan bagi penerbit sendiri atau penggantinya. Disini kedudukan penerima bersatu dengan penerbit. Rumusan naskah surat wesel bentuk ini adalah : “Pada tanggal 31 Januari 2005 harap sdr bayar wesel ini kepada saya atau pengganti…”
2).          Wesel yang diterbitkan kepada penerbit sendiri
Wesel ini diterbitkan kepada penerbit sendiri. Disini kantor pusat perusahaan menerbitkan surat wesel kepada salah satu kantor cabangnya (sebagai tersangkut). Kedudukan tersangkut bersatu dengan penerbit. Kantor Pusat “A” sebagai penerbit memerintahkan kepada Kantor Cabangnya“B”(tersangkut/akseptan),untuk membayar sejumlah uang pada hari bayar kepada “C” (penerima)
3).          Wesel yang diterbitkan atas tanggungan pihak ketiga
Hubungan dasarnya sbb: Seorang penjual mempunyai tagihan kepada pembelinya dan menurut perjanjian tagihan tsb akan dilaksanakan dengan cara menerbitkan surat wesel, tetapi wesel tsb diterbitkan bukan oleh penjual langsung tetapi bankirnya (pihak ketiga yang ditunjuk) karena ia sebagai penjual tidak ingin direpotkan dengan liku-liku surat wesel.  Rumusan naskahnya berbunyi sbb: ”Pada tgl 31 Februari 2005 harap sdr membayar wesel ini atas nama (A) uang sejumlah …”. Klausula atas nama (A) harus dicantumkan dalam naskah surat wesel, sebab kalau tidak maka penerbit dianggap sebagai pihak dalam perjanjian (lihat pasal 102 ayat 4). Dalam surat advis yang dikirim penerbit kepada tersangkut juga harus disebutkan bahwa penerbitan surat wesel itu atas tanggungan pihak ketiga (A).
4).          Wesel inkaso
Kekhususan wesel ini adalah bahwa penerima atau penggantinya hanyalah sebagai pemegang kuasa penerbit yang berkewajiban minta pembayaran wesel kepada akseptan, sedangkan hak-hak yang timbul dari wesel tersebut adalah milik penerbit (pemberi kuasa).
         Mengenai surat wesel inkaso, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a.            Dalam surat wesel harus dicantumkan kata-kata“inkaso” atau perkataan sejenis. Dalam praktek boleh juga tidak dicantumkan yang penting hubungan antara penerbit dan pemegang/penerima ditegaskan dalam perjanjian sebagai hubungan pemberian kuasa.
b.            Dalam wesel inkaso, kedudukan penerima wesel hanyalah sebagai pemegang kuasa penerbit yang bertugas memintakan pembayaran kepada tersangkut untuk penerbit.
c.             Wesel ini bisa diendosemen,tetapi yang diendosemen hanyalah pelaksanaan pemberian kuasa. Hak-hak yang tercantum dalam surat wesel tetap menjadi milik penebit.
d.            Dalam perjanjian pemberian kuasa biasa, jika  pemegangnya  meninggal atau jatuh pailit atau menjadi tidak cakap, maka menurut pasal 1813 KUHPerdata pemberian kuasa berakhir. Dalam hukum wesel pemberian kuasa tidak berakhir (pasal 102a ayat 3 KUHD).
5).  Wesel domisili
Wesel domisili ini muncul karena  tempat tinggal pemegang dan tersangkut tidak dalam wilayah yang sama (tempat tinggal tersangkut/akseptan jauh). Karenanya, setelah wesel tsb diakseptasi oleh akseptan (karena jauh biasanya cukup penerbit saja), untuk pembayaran, akseptan dan pemegang surat wesel melakukan pembicaraan tentang tempat pembayaran akan dilakukan. Pembayaran bisa dilakukan ditempat domisili  pihak ketiga, baik ditempat domisili tersangkut atau tempat lain yang disepakati



                  Masih ada bentuk-bentuk wesel khusus lain ditinjau dari penetapan hari bayarnya:
1).Wesel unjuk (zicht wissel; sight draft), yaitu wesel yang harus dibayar pada saat diunjukkan. Rumusan klausulanya :”Pada saat diunjukkan harap sdr bayar wesel ini kepada B di Bandung atau penggantinya..”. Wesel ini tanpa akseptasi.
2).Wesel setelah unjuk (nazicht wissel; after sight draft). Wesel jenis ini dibayar setelah diunjukkan, bisa beberapa hari, minggu atau beberapa bulan stelah diunjukkan. Rumusannya: “Satu bulan setelah diunjukkan harap sdr bayar wesel ini…”
3).Wesel tanggal tertentu
Wesel jenis ini dibayar pada tanggal yang sudah ditentukan. Rumusannya: ”Pada tanggal 31 Februari 2005 harap bayar wesel ini…”

7. Kewajiban Penerbit

a.    Kewajiban menjamin akseptasi
Akseptasi merupakan suatu lembaga dalam hukum wesel, dengan mana tersangkut menyatakan setuju untuk membayar surat wesel pada hari bayar. Dengan pernyataan ini, tersangkut terikat sebagai debitur menurut hukum wesel. Terikatnya tersangkut untuk membayar itu ditentukan oleh tanda tangan yang dicantumkannya dalam surat wesel.
Tujuan akseptasi ialah untuk memastikan pembayaran surat wesel itu pada hari bayar.
Menurut pasal 108 ayat 1 KUHD, penerbit wesel harus menjamin akseptasi dan pembayaran surat wesel. Artinya, penerbit menjamin pemegang pertama dan berikutnya, dalam pelaksanaannya akseptasi dilakukan oleh tersangkut, tetapi jika tersangkut menolak maka akseptasi boleh dimintakan kepada penerbit.
Menurut pasal 108 ayat 2, penerbit boleh meniadakan kewajiban menjamin  akseptasi, tetapi tidak berlaku untuk hal meniadakan kewajiban menjamin pembayaran.
Peniadaan jaminan akseptasi dapat dilakukan dengan membubuhkan klausula “non acceptable atau klausula zonder obligo” pada surat wesel. Dengan klausula tsb, surat wesel dilarang diakseptasi. Terhadap surat wesel seperti ini, penerbit dan juga endosan dibebaskan dari kewajiban  regres. Artinya, jika pemegang surat wesel tidak memperoleh pembayaran dari tersangkut, penerbit dan endosan tidak dapat diregres.
b.    Kewajiban membayar atau menyediakan dana pada hari bayar.
Maksudnya, penerbit berkewajiban  menyediakan dana yang cukup pada tersangkut guna pembayaran surat wesel yang diterbitkannya (pasal 109b KUHD).Dana dianggap cukup tersedia pada tersangkut paling sedikit sebesar jumlah nominal surat wesel pada hari bayar.

8. Endosemen Surat Wesel

                  Endosemen adalah suatu lembaga yang dikenal dalam hukum wesel, dengan mana hak tagih dapat diperalihkan kepada pemegang berikutnya dengan cara sederhana.
                  Endosemen berasal dari bahasa Perancis “endossement”, yang berarti pernyataan yang ditulis dibelakang surat wesel. 
Adapun bentuk-bentuk endosemen yang dikenal dalam surat weseladalah sebagai berikut:
a.      Endosemen biasa (psl 110 ayat 1KUHD).Endosemen ini adalah yang paling umum terjadi. Dengan endosemen ini dimuat nama endorsi dan juga nama endosan serta tanda tangan endosan. Bentuk kalimat pernyataan endosemen adalah :”Untuk saya kepada sdr Antonius”, atau kalimat lain yang searti, ditanggali dan ditandatangani
b.      Endosemen blanko (psl 112 ayat 2 KUHD).Endosemen bentuk ini tidak menyebutkan nama orang yang menerima peralihan, tetapi cukup dengan tanda tangan endosan saja yang ditempatkan dibelakang surat wesel atau sambungannya.endosemen inkaso (psl 117 KUHD) Endosemen ini disebut juga endosemen procura. Biasanya, dalam endosemen ini dimuat kata-kata sbb: “harga untuk ditagih atau untuk inkaso atau dalam pemberian kuasa”. Dalam endosemn inkaso, pemegang surat wesel hanya berposisi sebagai penerima kuasa untuk menagih sejumlah uang atas nama endosan, demikian juga pemegang surat wesel inkaso berikutnya.
c.       Endosemen jaminan /pand (psl 118 KUHD). Dalam endosemen jaminan, pemegang surat wesel hanya berposisi sebagai pemegang  jaminan (pandnemer). Tetapi ia mempunyai segala hak yang timbul dari surat wesel itu. Surat wesel yang dipegang itu adalah sebagai jaminan atas piutangnya. Pemegang jaminan tidak boleh mengalihkan surat wesel kepada orang lain, jika dilakukan maka berlaku sebagai endosemen inkaso. Kalimat yang tercantum dalam endosemen wesel jenis ini adalah :”harga untuk jaminan atau harga sebagai gadai” atau kata2 lain yang searti dengan itu.

9.  Hak Regres

                  Hak regres diatur dalam pasal 142 s/d 153 KUHD. Hak regres adalah hak yang diberikan oleh undang-undang kepada pemegang surat wesel baik karena terjadi non  akseptasi maupun karena terjadi non pembayaran. Yang dimaksud dengan hak regres adalah hak untuk menagih kepada debitur wesel yang berwajib regres berhubung karena tersangkut tidak mau mengakseptasi ketika ditawarkan akseptasi, atau karena tersangkut tidak membayar ketika dimintakan pembayaran pada hari bayar. Karena itu pemegang memintakan kepada debitur yang berwajib regres supaya membayar sendiri surat wesel itu kepada pemegang. Yang dimaksud dengan para debitur berwajib regres ialah semua orang yang berkewajiban menjamin pembayaran surat wesel, yang tanda tangannya terdapat pada surat wesel itu. Mereka itu ialah penerbit, akseptan, endosan, dan pihak ketiga atas tanggungan siapa surat wesel itu diterbitkan (avalis). Dalam hubungan ini perlu diketahui bahwa tersangkut yang belum  memberikan akseptasinya belum terikat untuk membayar wesel. Tersangkut terikat pada penerbit untuk akseptasi bila sudah ada dananya (pasal 127.a KUHD). Sedangkan tersangkut baru terikat pada pemegang untuk membayar bila dia sudah memberikan akseptasinya (pasal 127 ayat2 KUHD). Adapun hal-hal yang menyebabkan pemegang wesel menggunakan hak regresnya ialah:
1.      Karena adanya penolakan akseptasi dari tersangkut, baik seluruhnya maupun sebagian, sehingga terdapat keadaan non akseptasi.
2.      Karena adanya penolakan pembayaran dari akseptan setelah terjadi akseptasi, sehingga terdapat keadaan non pembayaran.
3.      Karena adanya penolakan akseptasi dan sekaligus penolakan pembayaran dari tersangkut, sehingga terdapat keadaan non akseptasi dan non pembayaran.
                  Dalam keadaan No. 1 dan No. 3, perlu dilakukan protes terlebih dahulu kepada tersangkut, karena protes itu merupakan syarat untuk dapat menggunakan hak regres. Atas dasar protes tersebut pemegang dapat meregres para debitur wesel yang berwajib regres, dan mereka itu mempunyai kewajiban menjamin pembayaran secara tanggung menanggung atau solider. Apabila penerbit telah melunasi pembayaran kepada pemegang, para debitur wesel wajib regres lainnya terbebaskan.
                  Dalam melaksanakan hak regresnya kepada para debitur wajib regres, pemegang tidak perlu memperhatikan urutan waktu terikatnya mereka kepada pemegang. Regres semacam itu  disebut “regres loncat” (springregres), artinya pemegang tidak berkewajiban untuk menuntut pembayaran lebih dahulu kepada endosannya, melainkan pemegang dapat melaksanakan hak regresnya langsung kepada setiap debitur wajib regres siapa saja yang dikehendaki. Para debitur ini dapat dituntut masing-masing secara pribadi atau bersama-sama (pasal 146 ayat 2). Lawan dari regres loncat (spring regres) adalah gerembourseerd regres (regres teratur). Regres ini dilakukan secara teratur dan berurutan berdasarkan hubungan langsung pemegang dengan debitur wajib regres. Gerembourseerd regres ini mencakup juga regres yang dilakukan oleh seorang wajib regres yang telah membayar tuntutan regres pemegang, yang meminta penggantian kepada wajib regres lainnya.
Protes dan Bentuknya
                  Protes itu adalah suatu perbuatan hukum, yang menetapkan adanya peristiwa hukum mengenai penolakan akseptasi atau penolakan pembayaran. Dalam protes itu penting sekali adanya tanggal dibuatnya protes itu, sebab tanggal itu diperlukan untuk menetapkan apakah protes dibuat pada saat yang tepat, sehingga protes itu sah.
                  Menurut ketentuan undang-undang, ada dua macam bentuk protes, yaitu protes otentik dan protes sederhana.
Protes Otentik
                  Menurut ketentuan pasal 143b KUHD, akta protes otentik baik protes non akseptasi maupun protes non pembayaran harus dibuat oleh notaris atau juru sita, dan disertai dua orang saksi. Akta protes tersebut setidaknya memuat:
a.      turunan kata demi kata dari surat wesel, akseptasi, endosemen, aval, dan alamat yang tertulis di dalamnya;
b.      keterangan bahwa akseptasi atau  pembayaran telah dimintakan tetapi tidak dipenuhi;
c.       keterangan tentang alasan-alasan non akseptasi atau non pembayaran yang dikemukakan;
d.      surat peringatan atau teguran untuk menandatangani protes dan alasan-alasan penolakannya:
e.      keterangan bahwa ia, notaris atau juru sita, karena non akseptasi atau non pembayaran, telah membuat protes itu.
                  Apabila protes yang dibuat itu mengenai suatu surat wesel yang telah hilang, maka untuk keterangan yang tersebut pada point “a” sudah cukup apabila dimuat uraian isi surat wesel seteliti mungkin.
Protes Sederhana 
                  Menurut Pasal 143.d, protes sederhana dibuat dengan sebuah pernyataan dari tersangkut atau akseptan yang ditulis dalam surat wesel, ditanggali dan ditandatangani dan seizin pemegangnya. Protes sederhana ini dapat dibuat apabila:
a.      pemegang tidak ingin membuat protes otentik;
b.      tersangkut/akseptan mau memberikan bantuannya untuk terlaksananya pembuatan protes sederhana itu;
c.       tidak ada pernyataan tegas dari penerbit bahwa protes akan dilaksanakan dengan bentuk otentik
                  Protes sederhana ini menghemat biaya, tetapi ada kelemahannya, terutama bagi penerbit dan para wajib regres lainnya, sebab mungkin tanda tangan itu palsu atau penanggalannya dipalsukan. Hal ini akan merugikan penerbit atau wajib regres lainnya. Kemungkinan semacam ini akan kecil sekali atau bahkan tidak mungkin terjadi pada protes otentik.

Regres Tanpa Protes 
                  Undang-undang juga memberi kemungkinan hak regres dilakukan tanpa protes. Hal ini diatur dalam pasal 145 ayat 1 KUHD, yang menyebutkan: penerbit, atau pemberi aval dengan membubuhkan dan menandatangani dalam surat wesel suatu klausula “tanpa biaya” atau “tanpa protes” atau klausula lain yang sama artinya, dapat membebaskan pemegang dari kewajiban membuat protes non akseptasi maupun protes non pembayaran dalam melaksanakan hak regresnya. Ini berarti bahwa pemegang bisa langsung meregres debitur wesel wajib regres tanpa perlu membuat protes lebih dahulu. Tetapi sebelum melakukan hak regresnya, pemegang perlu melakukan notifikasi lebih dahulu dalam tenggang waktu yang telah ditentukan undang-undang.
                  Jika yang membuat klausula “tanpa protes” adalah penerbit, maka akibat hukumnya akan menguasai semua mereka yang tanda tangannya ada dalam surat wesel. Ini artinya, pemegang dapat melaksanakan hak regresnya terhadap semua debitur wajib regres tanpa protes, sehingga mereka semua dibebaskan dari biaya protes. Jika yang membubuhkan klausula “tanpa protes” adalah endosan atau avalis, maka akibat hukumnya hanya menguasai endosan dan avalis yang bersangkutan. Ini artinya, pemegang hanya dapat melaksanakan hak regresnya tanpa protes terhadap endosan dan avalis. Sedangkan terhadap debitur wajib regres lainnya harus melalui prosedur protes lebih dahulu, baik secara otentik maupun secara sederhana.
                  Disamping itu, perlu diketahui juga bahwa apabila klausula “tanpa protes” telah dibuat penerbit, tetapi pemegang tetap saja membuat akta protes, maka biaya ditanggung oleh pemegang. Lain halnya, klausula “tanpa protes” yang telah dibuat oleh endosan atau avalis, kemudian pemegang tetap membuat protes, maka biaya protes dapat ditagih dari semua debitur wajib regres yang tandatangannya tercantum dalam surat wesel.
Jumlah yang Dapat Dituntut dengan Hak Regres:
                  Menurut ketentuan pasal 147 KUHD, pemegang berhak menuntut kepada orang yang diregres jumlah sebagai berikut:
a.      jumlah nilai wesel yang tidak diakseptasi atau tidak dibayar, dengan bunga kalau diperjanjikan;
b.      bunga sebanyak 6 % setahun, terhitung mulai hari bayar;
c.       biaya-biaya protes, biaya pemberitahuan (notifikasi) dan biaya-biaya lainnya.
                  Bagi pihak debitur wajib regres yang telah memenuhi atau membayar hak pemegang, berhak pula meminta ganti kerugian kepada wajib regres lainnya secara rembourse dengan nilai yang sama seperti di atas.
                  Bagi mereka yang telah melunasi wajib regresnya dapat menuntut penyerahan surat weselnya beserta akta protes beserta surat kwitansi lunas, guna dijadikan alat bukti untuk melakukan penuntutan pembayaran dari wajib regres lainnya.
10. Aval atau Jaminan pada Surat Wesel
                  Menurut pasal 1820 KUHPerdata, tiap perikatan dapat dijamin dengan suatu jaminan pribadi (borgtocht). Juga perikatan-perikatan yang timbul dari surat wesel dapat dijamin dengan jaminan pribadi. Tetapi karena jaminan terhadap perikatan-perikatan yang timbul dari surat wesel itu diatur secara khusus dalam KUHD (pasal 129 – 131), maka pasal 1820 KUPerdata tidak berlaku bagi jaminan surat wesel. Hal ini berdasarkan adagium “lex specialis derogat lex generali”. Dengan demikian aval disebut juga sebagai lembaga jaminan khusus dalam hukum perjanjian.
                  Berdasarkan ketentuan pasal 129 KUHD, aval adalah suatu lembaga jaminan dalam hukum wesel, dengan mana pihak ketiga mengikatkan diri untuk menjamin pembayaran surat wesel itu pada hari bayar. Artinya, apabila pada hari bayar pemegang tidak memperoleh pembayaran dari akseptan, orang yang memberi jaminan ini akan membayarnya.
                  Jaminan pribadi untuk perikatan surat wesel disebut jaminan aval. Sedangkan orang yang menjamin disebut penjamin aval (avalis; avalist). Orang yang terjamin dengan adanya jaminan aval disebut terjamin aval (geavaleerde).
                  Jaminan aval berguna untuk meningkatkan kelancaran peredaran surat wesel. Adanya jaminan aval bertujuan untuk menambah jaminan bahwa pembayaran atas wesel itu akan terlaksana, dengan menambah seorang penghutang wesel lagi dari penghutang-penghutang wesel yang telah ada. Dengan adanya jaminan aval ini pembeli baru akan lebih terangsang, karena kepercayaan pembeli baru lebih menebal bahwa uang yang ditanam dalam wesel akan dapat kembali.
Perbedaan antara Jaminan Aval dengan Jaminan Pribadi:
 a).        Perjanjian jaminan aval masih tetap berlaku meskipun perjanjian pokok yang dijamin aval itu menjadi batal (pasal 131 ayat 2 KUHD);
 b).        Perjanjian jaminan pribadi menjadi batal, bilamana perjanjian pokok yang dijamin dengan borgtocht itu  menjadi batal (pasal 1821 KUHPerdata);
 c).        Perjanjian jaminan aval hanya akan batal, kalau perjanjian pokok yang dijamin itu menjadi batal karena dibentuk dengan cara yang tidak sesuai dengan undang-undang ( tidak memenuhi syarat formal surat wesel), misalnya: jaminan aval diberikan kepada seorang penerbit yang menerbitkan surat wesel tanpa kata “wesel” di dalam klausulanya, maka wesel itu menjadi batal, sehingga jaminan aval atas penerbit juga menjadi batal.
 d).        Perbedaan jaminan oleh penerbit atau endosan dengan jaminan yang diberikan oleh avalis adalah sebagai berikut:
-   Penerbit dan endosan menjamin akseptasi dan pembayaran wesel, sedangkan avalis hanya menjamin pembayaran wesel saja;
-   Jaminan penerbit dan endosan berlaku sajak wesel tersebut diterbitkan, sedangkan jaminan oleh avalis berlaku sejak avalis menaruh tanda tangannya dalam surat wesel.
Yang Memberikan Aval
                  Menurut ketentuan pasal 129 KUHD, pembayaran surat wesel dapat dijamin dengan aval baik seluruhnya maupun untuk sebagian dari jumlah uangnya. Adanya jaminan aval untuk sebagian dari nilai wesel adalah suatu hal yang kurang memuaskan, sebab akan menimbulkan keragu-raguan bagi calon pembeli baru yang akan membeli wesel itu.
                  Jaminan aval dapat diberikan oleh pihak ketiga, bahkan oleh setiap orang yang tanda tangannya termuat dalam surat wesel itu. Yang dimaksud dengan pihak ketiga ialah orang yang berdiri sendiri di luar hubungan hukum wesel. Dengan ikut sertanya pihak ketiga itu sebagai avalis, maka bertambahlah jumlah personil wesel sebagai debitur wesel. Sedangkan orang yang mempunyai tanda tangan pada surat wesel ialah penerbit, akseptan, maupun endosan.
Bentuk dan Cara Memberikan Aval
                  Aval harus dituliskan pada surat wesel yang dijamin atau pada kertas sambungannya (allonge), yang memuat kata-kata “untuk aval” atau kata-kata lain yang maksudnya sama serta harus ditandatangani oleh pemberi aval (avalis). Aval dapat ditempatkan dibagian muka atau bagian belakang surat wesel. Aval juga dapat diberikan dengan hanya terdiri dari tanda tangan saja. Jika hanya tanda tangan saja, ia harus ditempatkan di bagian muka supaya dapat dibedakan dengan endosemen, yang terdiri dari tanda tangan saja. Aval juga dapat diberikan dengan sepucuk surat tersendiri, dan jika dengan surat tersendiri harus disebutkan tempat dimana aval itu diberikan. Ketentuan ini merupakan pengecualian dari hukum wesel.
                  Pemberian aval harus menerangkan juga untuk siapa aval itu diberikan. Misalnya disebutkan “untuk aval kepada akseptan”. Ini berarti jaminan itu diberikan kepada akseptan. Jika akseptan tidak membayar pada hari bayar, avalis berkewajiban melakukan pembayaran. Jika tidak disebutkan untuk siapa aval itu diberiakan, maka aval itu dianggap diberikan kepada penerbit. Sehingga akaibatnya jika penerbit tidak membayar pada hari bayar (karena terjadi non akseptasi dan pembayaran), maka avalislah yang berkewajiban membayar surat wesel itu.
Akibat Hukum Aval
                  Akibat hukum aval diatur dalam pasal 131 KUHD. Pemberi aval (avalis) terikat sama seperti yang diberi aval (avalirde). Artinya, jika avalirde tidak membayar surat wesel itu pada hari bayar, avalis yang akan membayarnya. Apabila avalis sudah membayar kepada pemegang surat wesel, ia akan memperoleh hak menurut hukum wesel yang bisa dilaksanakan kepada avalirde dan kepada mereka yang terikat karena surat wesel itu (debitur wesel). Jika avalirde itu akseptan, avalis berhak atas dana penerbit yang ada pada akseptan yang disediakan untuk membayar surat  wesel itu. Jika avalirde itu penerbit, avalis bisa meregres penerbit untuk memperoleh pembayaran.
                  Aval tetap berlaku walaupun perjanjian yang dijamin dengan aval itu menjadi batal, kecuali batalnya itu karena cacat bentuk. Misalnya avalirde tidak cakap berbuat, perjanjian berarti tidak syah, tetapi aval yang sudah diberikan itu tetap berlaku (syah), sehingga avalis tetap bertanggung jawab memenuhi pembayaran. Lain lagi misalnya, akseptan mengakseptasi hanya dengan tanda tangan saja ditempatkan di bagian belakang surat wesel, karenanya dianggap sebagai endosemen, jadi akseptasi demikian batal karena tidak menurut ketentuan undang-undang, dan aval yang diberikan kepada akseptan juga ikut batal, karena batalnya akseptasi itu adalah cacat bentuk.
11. Pembayaran Surat Wesel
                  Yang dimaksud pembayaran disini adalah penyerahan sejumlah uang yang disebutkan dalam surat wesel oleh tersangkut/akseptan kepada pemegang surat wesel sebagai pemenuhan prestasi. Pembayaran adalah tujuan akhir dari surat wesel. Pemegang baru akan mendapatkan pembayaran dalam arti uang apabila ia datang kepada tersangkut/akseptan pada waktu (hari bayar) yang ditentukan dalam surat wesel dengan cara menyerahkannya pada tersangkut/akseptan.
                  Kendatipun demikian, pemegang wesel dapat memperoleh uang sebelum hari bayar dengan cara menjual wesel tersebut kepada orang lain dengan cara endosemen.
                  Pemegang surat wesel tidak boleh dipaksa menerima pembayaran sebelum hari bayar (pasal 139 ayat 1 KUHD). Ketentuan ini merupakan penyimpangan dari pasal 1270 KUHPerdata. Menurut ketentuan 1270 KUHPerdata, akseptan bebas atau leluasa untuk membayar sebelum hari bayar, tetapi ia harus memperjanjikannya dengan pemegang secara khusus.
                  Dalam KUHD, akseptan boleh melakukan pembayaran sebelum hari bayar tetapi ia berbuat atas resiko dan tanggung jawab sendiri. Ini berarti, jika dana belum tersedia pada akseptan, maka ia membayar dengan dananya sendiri. Akibatnya, ia dianggap bebas dari kewajiban pembayaran jika yang menerima pembayaran adalah pemegang yang sah, tetapi jik tidak, maka ia harus melakukan pembayaran kedua kali.
12. Intervensi (penyelaan)
                  Bilamana suatu wesel ditolak akseptasinya, maka bagi pemegang hal ini merupakan sesuatu yang mengganggu, bilamana ia masih menghendaki wesel itu diperdagangkan. Sebab dengan adanya penolakan akseptasi itu akan menimbulkan kesan keluar bahwa pembayaran wesel itu pada hari gugur kurang terjamin. Tambahan pula, dengan adanya penolakan akseptasi maka kedudukan penerbit dan endosan2 menjadi terancam dengan adanya regres dari pemegang.
                  Adanya penolakan akseptasi, sebenarnya juga menurunkan kepercayaan atas wesel itu didalam sirkulasinya, dan ini dapat berarti menurunkan nama baik dari orang yang bertanggung jawab atas terbitnya surat wesel tersebut. Akan tetapi hal tidak menyenangkan tersebut diatas dapat dicegah atau dihindari bilamana ada orang  yang bersedia mengikatkan dirinya  secara hukum untuk mengakseptir dan membayar wesel itu.
                  Kedatangan orang ini sudah barang tentu bertujuan mencegah penolakan akseptasi maupun penolakan pembayaran. Orang ini merupakan pengantara yang mencampuri keadaan tidak menyenangkan itu, maka ia disebut sebagai intervenien atau pengantara, dan lembaga ini disebut intervensi (pengantaraan atau campur tangan).
                  Terjadinya intervensi dapat dilakukan dengan sukarela (dari diri sendiri), dan dapat juga terjadi karena ditunjuk oleh seorang debitur wesel.
Intervensi pada akseptasi dapat dilakukan oleh :
o   Pihak ketiga, yaitu orang yang belum termasuk diantara orang-orang yang terikat secara hukum wesel, atau dengan kata lain orang-orang yang tidak termasuk kedalam personel wesel.
o   Selain pihak ketiga, yaitu seseorang yang sebelumnya terikat dalam  hukum wesel.
                  Sedangkan, intervensi pada pembayaran dapat dilakukan oleh  pihak ketiga, bahkan si tersangkut, dapat pula seseorang yang terikat secara hukum wesel, kecuali akseptan dan avalis  akseptan
13. Lembaran, Turunan dan Wesel yang Hilang
Lembaran wesel:
                  Lembaran wesel adalah surat wesel yang diterbitkan dalam beberapa lembar dengan bunyi yang sama (pasal 163 ayat 1 KUHD).
                  Dikatakan sama bunyinya, karena ditulis dalam teks yang sama. Dalam teks  tiap lembaran surat wesel  itu harus dimuat nomor lembaran, yaitu lembaran kesatu, kedua,dst. Jika tidak dinomori, dianggap sebagai suatu surat wesel yang berdiri sendiri.(pasal 163 ayat 2 KUHD)
                  Dari ketentuan diatas menunjukkan bahwa  lembaran surat wesel itu adalah bersifat asli, dan merupakan satu surat wesel dalam arti memuat satu perikatan dasar.     
Turunan Wesel :
                  Yang dimaksud turunan wesel ialah salinan yang dibuat dengan cermat yang menggambarkan aslinya dengan segala endosemen dan catatan lainnya yang ada padanya (pasal 166 ayat 2 KUHD).
                  Dari ketentuan ini dapat diketahui bahwa turunan surat wesel itu bukan asli dari surat wesel, karena itu pemegangnya tidak dapat memintakan akseptasi atau pembayaran kepada tersangkut.
                  Jika lembaran surat wesel semuanya asli, maka turunannya bukan asli. Lembaran surat wesel dibuat oleh penerbit, sedangkan turunannya dibuat oleh pemegang. Setiap lembaran surat wesel dapat diakseptasi dan dimintakan pembayaran, sedangkan turunannya tidak.
Surat wesel yang hilang:
                  Kehilangan surat wesel artinya lenyapnya surat wesel dari penguasaan pemegangnya diluar kemauannya.Bagi orang yang kehilangan surat wesel tidaklah berarti bahwa ia tidak akan mendapatkan pembayaran atas haknya.Ia masih mendapatkan pembayaran dengan memenuhi syarat-syarat yang diatur uu.
                  Menurut ketentuan uu, yaitu pasal 167a KUHD, pemegang yang kehilangan surat wesel hanya dapat memperoleh pembayaran dari tersangkut atau akseptan dengan syarat memberikan jaminan selama 30 tahun. Kehilangan tersebut harus dilaporkan kepada tersangkut atau akseptan supaya ia mengetahui dan tidak akan melayani permintaan pembayaran dari orang yang tidak berhak. Adanya jaminan itu tidak lain untuk melindungi tersangkut atau akseptan dari kemungkinan membayar dua kali atas surat wesel yang hilang.

B. SURAT CEK
1. Istilah :
Perancis
Belanda                                Cheque
Inggris
2. Dasar Hukum :
                  Bab IV Buku I KUHD, mulai pasal 178 s/d pasal 229
3. Definisi :
                  Surat Cek adalah surat yang memuat kata cek, yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada bankir untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau pembawa ditempat tertentu.
                  Dr. Lucas, memberi definisi: cek sebagai perintah pembayaran (kepada bank) dari orang yang membawanya/orang yang namanya tersebut di dalam cek sejumlah uang yang tertera diatasnya.

4. Syarat Formal Surat Cek

                  Surat cek harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh uu, yakni pasal 178 KUHD, sbb:
a.      Istilah “cek” harus dimuatkan dalam teksnya sendiri dan disebutkan dalam bahasa surat itu ditulis
b.      Perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu
c.       Nama orang yang harus membayar (tersangkut)
d.      Penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan
e.      Tanggal dan tempat surat cek diterbitkan
f.        Tanda tangan orang yang menerbitkan
5. Bentuk-bentuk Umum Surat Cek
                  Pasal 182 KUHD mengatur bentuk-bentuk surat cek sebb:
a)      Cek atas nama, yaitu cek yang nama pemiliknya ditulis dalam surat cek. Penyerahan atau pengalihan surat cek ini dilakukan dengan endosemen.
b)      Cek kepada pengganti, yaitu cek yang nama pemiliknya dicantumkan dalam surat cek yang diikuti dengan klausula tambahan “atau  pengganti”. Cek bentuk ini dialihkan juga dengan endosemen.
c)      Cek kepada pembawa (atas tunjuk), yaitu cek yang didalamnya tertulis nama pemilik yang diikuti dengan kata-kata “atau pembawa”. Penyerahan cek ini dilakukan dari tangan ke tangan.
d)      Cek tidak kepada pengganti, yaitu cek atas nama dengan tambahan klausula “tidak kepada pengganti”. Cek bentuk ini bukanlah surat berharga, melainkan surat yang berharga (cek rekta). Penyerahannya dilakukan dengan cessie (sesi).

6. Bentuk-bentuk Surat Cek Khusus

                  Sebagaimana surat wesel, surat cek juga mengenal bentuk-bentuk khusus,sbb:

a)      Surat cek atas pengganti penerbit (pasal 183 ayat 1 KUHD). Kekhususan cek ini ialah nama pemegang pertama (penerima) tidak disebutkan sehingga penerbit sama dengan pemegang pertama. Surat cek dalam bentuk ini berklausula atas pengganti.

b)      Surat cek atas penerbit sendiri (pasal 183 ayat 3 KUHD). Kekhususan bentuk ini ialah penerbit sama dengan tersangkut. Jadi perintah membayar itu dari bankir kepada bankir. Ini terjadi apabila kantor pusatnya menerbitkan surat cek atas kantor cabang.
c)      Surat cek untuk perhitungan orang ketiga (pasal 183 ayat 2 KUHD). Surat cek dapat diterbitkan atas perhitungan orang ketiga. Tetapi jika dari surat cek itu atau dari surat advisnya tidak ternyata untuk perhitungan siapa surat cek itu ditebitkan, maka penerbit dianggap telah menerbitkan surat cek atas dirinya sendiri. Disini penerbit (bankir) bertindak sebagai kuasa dari pihak ketiga yang menerbitkan surat cek atas perhitungan rekening atau beban rekeningnya (pihak ketiga) berikut segala akibat hukumnya
d)      Surat cek inkasso (pasal 183 ayat 1 KUHD). Biasanya dalam surat cek bentuk ini penerbit memuat kata2 :”harga untuk dipungut atau untuk inkasso atau dalam pemberian kuasa”. Kedudukan penerima cek hanya sebagai pelaksana segala hak penerbit atau penagih dari nilai cek yang tertera yang diminta pembayarannya kepada bankir tersangkut
e)      Surat cek domisili (pasal 185 KUHD). Surat cek bentuk ini dapat dinyatakan dibayar ditempat orang ketiga baik ditempat tersangkut berdomisili maupun ditempat lain. Jadi kekhususan cek bentuk ini terletak pada kesepakatan tempat pembayarannya, berhubung tempat domisili tersangkut sangat jauh.  Jika pada wesel domisili tempat pembayaran ditentukan berdasarkan kesepakatan pemegang dan akseptan, tetapi surat cek domisili ditentukan oleh penerbit.
Jika wesel mengenal bentuk berdasarkan hari bayar: wesel unjuk, setelah unjuk dan  tanggal tertentu. Cek hanya memiliki sifat atas unjuk

7. Kewajiban Penerbit

                  Kewajiban penerbit hanya menyangkut penyediaan dana atau mengusahakan dana pada hari bayar. Hal ini diatur pada pasal 190a KUHD :”Setiap penerbit atau setiap mereka atas perhitungan siapa surat cek itu diterbitkan, wajib mengusahakan supaya pada hari bayar, pada tersangkut telah ada dana yang cukup guna membayar surat cek tersebut. Demikian juga sekiranya surat cek itu dinyatakan harus dibayarkan kepada orang ketiga, namun semua itu tidak mengurangi kewajiban penerbit berdasarkan pasal 185 KUHD, “setiap penerbit harus menjamin pembayaran surat cek”.

8. Endosemen Pada Surat Cek

                  Cara pengalihan dengan endosemen ini hanya berlaku pada cek yang diterbitkan atas pengganti. Jika ada surat cek lain yang diterbitkan dengan cara ini hanyalah sebagai pengecualian saja, misalnya cek atas nama.
                  Endosemen adalah cara memperalihkan tagihan yang terwujud dalam sepucuk cek yang ditentukan dapat dibayar kepada seorang yang disebut namanya, dengan atau tidak dengan klausula atas pengganti (pasal 191 ayat 1).
                  Dari bunyi pasal di atas jelas bahwa cek itu adalah juga presumtif order papieren (dianggap sebagai surat atas pengganti). Dengan demikian,ada beberapa syarat endosemen pada surat cek :
a.      Tiap-tiap endosemen harus tanpa syarat.  Hal ini ditentukan dalam pasal 192 ayat 1. Setiap syarat yang dimasukkan ke dalamnya adalah dianggap tidak ada. Larangan ini sama dengan surat wesel yang diatur pada pasal 111 ayat 1.
b.      Endosemen untuk sebagian adalah batal
c.       Endosemen yang dilakukan kepada tersangkut adalah batal, karena perbuatan ini sama dengan perbuatan akseptasi (cek tdk mengenal akseptasi)
d.      Endosemen kepada tersangkut berlaku sebagai pelunasan
                  Ada beberapa bentuk endosemen pada surat cek :
a.      Endosemen biasa
Endosemen ini dilakukan pada halaman muka surat cek atau pada kertas sambungannya dan harus ditandatangani oleh endosan.


b.      Endosemen blanko
Endosemen ini diperkenankan yang berwujud tanda tangan endosan saja, tanpa menuliskan nama penerima, ditulis dihalaman belakang atau pada kertas sambungan surat cek.
                  Dengan adanya endosemen, maka akibat hukumnya adalah semua hak-hak yang timbul dari cek beralih kepada pemegang baru (pasal 194). Jika endosemen itu dilakukan dalam blanko, maka pemegang baru boleh memilih :
-       Mengisi blanko itu dengan nama sendiri atau nama orang lain;
-       Mengendosemen lagi dalam blanko kepada orang lain
-       Memperalihkan cek itu secara pisik kepada orang lain tanpa endosemen.

9. Aval (jaminan) Pada Surat Cek

                  Mengenai aval pada surat cek diatur dalam pasal 202 s/d 204 KUHD.
Lembaga aval (jaminan) yang berlaku pada surat wesel tidak banyak berbeda dengan aval (jaminan) pada surat cek. Perbedaan itu timbul karena sifatnya yang berbeda. Surat wesel sebagai alat pembayaran kredit, dan surat cek sebagai alat pembayaran tunai.
                  Pada surat wesel aval dapat diberikan oleh orang ketiga bahkan oleh orang yang tanda tangannya termuat dalam surat wesel itu, jadi termasuk juga akseptan. Sedangkan pada surat cek tersangkut tidak dibolehkan memberikan aval, karena surat cek itu alat pembayaran tunai, seketika diperlihatkan ia harus dibayar. Jadi tidak perlu mendapat jaminan pembayaran dari tersangkut.
                  Penjamin aval (avalis) terikat dengan perikatan yang sama dengan perikatan orang yang diberi jaminan aval (terjamin aval). Perikatan avalis itu masih tetap ada dan sah meskipun perikatan yang dijamin itu menjadi batal karena suatu sebab yang bukan mengenai bentuknya cek. Dengan membayar, avalis mendapat hak2 yang timbul  dari cek terhadap jaminan aval dan terhadap orang2 yang terikat berdasarkan cek itu.
                  Bentuk jaminan aval (pasal 203 KUHD), sbb:
a.      Aval harus ditulis dalam cek yang dijaminnya atau pada kertas sambungannya (allonge)
b.      Aval harus dinyatakan dengan kata2 :”Baik untuk aval” atau kata2 lain yang searti berikut tanda tangan avalis.
c.       Tanda tangan avalis yang dibubuhkan dibagian muka cek sudah dianggap cukup/berlaku  sebagai aval, kecuali setelah diteliti adalah tanda tangan penerbit.
d.       Aval boleh diberikan dengan sebuah naskah tersendiri atau dengan sepucuk surat yang menyebutkan tempat dimana aval diberikan
e.      Dalam aval harus diterangkan untuk siapa aval itu diberikan. Jika keteranagn itu tidak ada maka disimpulkan bahwa aval itu diberikan kepada penerbit.
10. Pengajuan dan Pembayaran Surat Cek
                  Sifat atas unjuk pada cek, berakibat bahwa cek itu harus dibayar pada waktu diajukan atau diunjukkan. Jadi, cek itu termasuk dalam golongan surat berharga yang bersifat “op zicht” atau “at sight”, akibatnya cek itu tidak boleh diterbitkan untuk suatu waktu tertentu atau pada suatu waktu sesudah diunjukkan seperti halnya berlaku pada surat wesel. Walaupun begitu, adanya penetapan hari bayar pada cek tidak menjadikan cek itu batal, hanya penulisan tentang hari bayar itu dianggap tidak ada, sehingga pemegang tetap dapat meminta pembayaran sebelum hari bayar yang tercantum dalam cek.
                  Akibat adanya penetapan hari bayar pada cek, maka dalam praktek muncullah jenis cek baru yang dikenal dengan istilah “cek mundur” (postdate cheque). Postdate cheque, artinya cek yang hari atau tanggal pembayarannya diundurkan dari tanggal penerbitannya atau cek yang ditanggali lebih maju daripada tanggal penerbitannya. Misalnya, sepucuk surat cek yang diterbitkan pada tanggal 1 februari 2005, tetapi pada surat cek ditulis tanggal 1 April 2005.
                  Cek mundur ini tidak diakui oleh UU, karena uu menetapkan, cek yang diajukan untuk pembayarannya sebelum hari bayar yang disebut sebagai tanggal penerbitannya, cek itu harus dibayar pada hari diunjukkan. Meskipun uu melarang adanya cek jenis ini, tetapi dalam praktek sering dilakukan orang.
                  Ada beberapa keuntungan atas diterbitkannya cek mundur :
a.          agar debitur bisa menyiapkan dana pada tanggal yang ditetapkan. 
b.          agar kreditur merasa tidak dikecewakan jika tanggal yang dicantumkan adalah tanggal penerbitan sebenarnya.
11. Tenggang Waktu Pengunjukan Cek
                  Setiap cek yang diterbitkan ataupun dibayar di Indonesia harus diunjukkan dalam tenggang waktu 70 hari (pasal 206 ayat 1 KUHD). Tenggang waktu itu mulai berjalansejak tanggal penerbitannya.
12. Hak Regres
                  Bila  cek yang diajukan oleh pemegang  ditolak pembayarannya oleh tersangkut (bankir), pemegang mempunyai hak regres (hak menuntut pembayaran) kepada pra endosan, avails, dan kepada penerbit. Mereka semua disebut debitur regres.
                  Hak regres timbul, karena beberapa syarat :
a.      cek harus diajukan pada waktu yang tepat, yakni sebelum lampaunya tenggang waktu pengajuan. Hal ini disebabkan karena cek tidak memiliki hari bayar. Ia dibayar setiap saat diunjukkan. Jika terjadi penolakan ketika diunjukkan berarti telah tidak memenuhi sifatnya sebagai cek
b.      Tidak ada pembayaran
c.       Penolakan itu  dianggap sah bila memenuhi ketentua uu sbb:
o   Ada protes, dimana protes dibuktikan secara tertulis (otentik)
o   Adanya pernyataan dari tersangkut yang ditanda tangani dan ditulis di halaman muka cek dengan mencantumkan hari pengajuannya
o   Dengan suatu keterangan yang ditanda tangani dan ditanggali oleh Balai Pemberesan, yang menyatakan bahwa cek sudah diajukan pada waktu yang tepat dan tidak ada pembayaran.
13. Pencabutan/Penarikan Kembali Surat Cek
                  Pencabutan cek artinya pencabutan kembali perintah membayar yang diberikan oleh penerbit kepada tersangkut. Pencabutan cek baru diperkenankan bila tenggang waktu berlakunya (70 hari) sudah habis (pasal 209 ayat 1 KUHD). Sesudah berakhirnya tenggang waktu berlakunya sepucuk cek, jika tidak ada pencabutan, tersangkut masih diperbolehkan membayar (pasal 209 ayat 2 KUHD).
                  Peraturan pencabutan atau penarikan cek dalam pasal 209 KUHD adalah peraturan yang terletak ditengah2 antara peraturan pencabutan menurut hukum Perancis yang melarang setiap pencabutan dengan peraturan pencabutan cek menurut hukum Inggris-amerika, yang memperbolehkan pencabutan cek setiap waktu.
                  Peraturan yang bersifat tengah2 ini adalah sesuai dengan hasil Konferensi internasional mengenai wesel dan cek (Konvensi Geneva 1930/1931), yang dipandang adil oleh pembentuk uu.
                  Peraturan KUHD mengenai pencabutan cek tidak menghalangi penerbit atau yang berkepentingan lainnya, dalam hal cek itu dicuri atau hilang, untuk mengadakan tindakan2 yang mencegah agar pembayaran tidak dilakukan kepada pemegang yang tidak sah. Bila ada keadaan yang dilukiskan diatas, maka orang yang berkepentingan (tersangkut) sudah tentu akan berusaha untuk tidak melakukan pembayaran kepada orang yang tidak sah itu.
14. Penyelidikan Cek oleh Tersangkut
                  Tersangkut yang akan membayar cek yang ada endosemennya, harus menyelidiki tertib/urutan endosemen2 yang telah terjadi, tetapi dia tidak perlu menyelidiki tanda tangan para endosan (pasal 212 ayat 1 KUHD). Pasal ini ada hubungannya dengan pasal 196 yang isinya : seorang pemegang cek yang sah ialah dia yang dapat membuktikan adanya satu deretan tak terputus dari semua pengendosemenan dalam cek, meskipun endosemen terakhir dilakukan dalam blanko. Penyelidikan ini dilakukan dengan cara memperhatikan apakah pemegang yang pertama meruupakan orang yang sama dengan endosan yang pertama, dan pemegang kedua ini juga merupakan orang yang sama dengan endosan kedua, begitu selanjutnya.
15. Cek Silang dan Cek Perhitungan
                  Dalam praktek perniagaan, dikenal adanya sebutan cek silang dan cek perhitungan. Cek silang berasal dari Inggris, sedangkan cek perhitungan berasal dari Jerman. Keduanya bertujuan untuk meningkatkan keamanan lalu lintas peredaran cek.
Adapun perbedaannya, sbb:
1).          Cek Silang, adalah cek yang dibayarkan hanya kepada bankir atau salah seorang nasabah dari bank tersangkut. Cek ini dapat diketahui bentuknya dengan adanya garis miring lurus sejajar dihalaman muka cek. Cek itu dibayar dengan uang tunai.
2).          Cek Perhitungan, ialah cek yang dapat dibayar kepada tiap2 pemegang yang berhak. Pembayarannya tidak dengan uang tunai, tetapi dengan cara pemindah bukuan (overbooking) pada rekening pemegang. Cek perhitungan itu ditandai dengan tulisan miring lurus dari bawah ke atas yang berbunyi:“untuk perhitungan”.
3).          Keamanan cek silang terletak pada orang2 yang mendapat pembayaran, yang terbatas pada bankir dan nasabah dari bank tersangkut. Sedangkan keamanan cek perhitungan terletak dalam hal “cara pembayarannya”, yang tidak dibayar dengan uang tunai, tetapi melalui “pemindah bukuan” dari rekening penerbit cek kepada rekening pemegang cek pada bank yang sama atau pada bank yang berlainan.
16. Cek Perjalanan (Traveller’s cheque)
                  Surat cek perjalanan adalah surat cek yang digunkan untuk kepentingan suatu perjalanan guna memudahkan sipembawanya memperoleh uang setelah sampai di setiap tempat yang dituju.
                  Untuk memperoleh cek perjalanan maka mereka yang ingin bepergian ke tempat atau kota lain yang dituju, dapat menghubungi suatu bank tertentu ditempat tinggalnya, kemudian menyetorkan sejumlah uang kepada bank tersebut dengan permintaan supaya dapat diterbitkan beberapa lembar surat cek perjalanan. Bank penerima dana ini menetukan bahwa setiap kali pemegang sampai di kota tujuan, ia dapat menguangkan surat cek itu pada bank yang telah ditunjuk oleh bank penerima dana.

1 komentar:

  1. terimakasih mas mulhadi, blognya lengkap dan jelas, sehingga saya bisa melengkapi tugas saya ^^

    BalasHapus

Bagi pembaca dan blogger mania, silahkan beri komentar setiap posting yg saya muat, dan diutamakan komentar yang membangun, terimaksih