Kamis, 16 Februari 2012


Fungsi Komisaris Independen Belum Efektif
Kamis, 30 August 2001
http://hukumonline.com/berita/baca/hol3564/fungsi-komisaris-independen-belum-efektif

Penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) pada perusahaan terbuka tampaknya masih mengalami kendala. Terbukti, salah satu instrumen yang digunakan dalam pelaksanaan GCG, yaitu Komisaris Independen, masih belum efektif melaksanakan fungsinya.
1 Hal tersebut diakui oleh Robby Djohan, Komisaris Independen PT Unilever Indonesia dan Soedarjono, Presiden Komisaris PT Bank Danamon Indonesia, serta praktisi hukum Todung Mulya Lubis, dalam sebuah diskusi panel pada Kamis (30/8) di Jakarta.
Komisaris independen yang merupakan bagian dari dewan komisaris sebenarnya memiliki tugas yang sama dengan tugas komisaris pada umumnya. Dalam UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), disebutkan bahwa tugas komisaris adalah mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasehat kepada direksi.
Dalam prakteknya, banyak komisaris yang melalaikan tugasnya untuk memberikan pengawasan terhadap kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan. Menurut Komisaris Independen PT Dharmala Intiland Tbk. Cosmas Batubara, hal tersebut terjadi karena kurangnya informasi yang didapat oleh dewan komisaris yang di dalamnya termasuk komisaris independen.
Selain itu, Todung menilai bahwa dalam pengertian hukum, sebenarnya komisaris, terlebih komisaris utama, tidak bertugas membuat keputusan. Namun dalam prakteknya, komisaris utama biasanya justru sangat berperan dalam pembuatan kebijakan strategis perusahaan. Hal ini juga menjadikan komisaris tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik.
Todung juga menambahkan bahwa dewan komisaris di Indonesia ini tidak ubahnya hanya pajangan saja. Alasannya, tidak dapat menjadi partner yang baik bagi Dewan Direksi. "Dengan atau tanpa komisaris independen, dewan komisaris di Indonesia ini adalah partner yang pasif dari BOD (Board of Directors). Sehingga banyak yang tidak efektif, hanya pajangan saja," cetusnya.
Tidak ada dalam UUPT
Istilah komisaris independen sendiri memang tidak terdapat dalam UUPT. Istilah tersebut muncul dalam sebuah peraturan PT BEJ (Bursa Efek Jakarta) pada sekitar Juni tahun lalu.
Dalam peraturan tersebut, PT BEJ mewajibkan setiap emiten atau perusahaan publik yang terdaftar di BEJ untuk memiliki komisaris independen, direktur independen, serta komite audit dan atau sekretaris perusahaan (corporate secretary).
Dalam peraturan tersebut diatur bahwa jumlah komisaris independen haruslah mencapai 30 persen dari jumlah anggota dewan komisaris. Selain itu, telah ditetapkan pula berbagai persyaratan untuk menjadi komisaris independen. Salah satu persyaratan tersebut adalah bahwa komisaris independen tidak boleh terafiliasi dengan hal-hal yang terkait dengan perusahaan.
Walaupun istilah komisaris independen tidak disebutkan dalam UUPT, Todung berpendapat bahwa peraturan PT BEJ tersebut merupakan lex specialis dari UUPT. Sehingga seharusnya, memang dipenuhi oleh perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEJ.
Namun seperti pernah diberitakan hukumonline, selama satu tahun pemberlakuan peraturan tersebut, belum banyak perusahaan yang terdaftar di BEJ yang memiliki komisaris independen. Jumlahnya kurang dari 10 persen perusahaan dari 287 perusahaan yang terdaftar di BEJ.
RUPS hanya formalitas
Dalam peraturan BEJ, komisaris independen dipilih bersama anggota dewan komisaris lainnya dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Dalam RUPS tersebut, pemegang saham hadir untuk memilih anggota dewan komisaris perusahaan.
Namun menurut Cosmas Batubara, yang menjadi kekurangan dalam pelaksanaan RUPS adalah biasanya banyak pemegang saham yang tidak terlalu mengetahui apalagi mengerti tentang informasi jalannya perusahaan. Sehingga terkadang, RUPS terkesan hanya sebagai formalitas saja.
Pemegang saham seharusnya mendapat perlakuan yang sama dan kemudahan dalam mengakses informasi tentang perusahaannya. Karena itu dalam pemilihan anggota dewan komisaris, termasuk komisaris independen, tidak "tertipu". Karena pada akhirnya, kebijakan yang keluar dari RUPS nantinya digunakan sebagai guide line perusahaan.
Tak ada legal counter
Banyaknya komisaris yang melakukan kelalaian dalam melaksanakan tugasnya memang menjadi suatu fenomena. Namun demikian, Todung mengatakan bahwa sampai saat ini, terhadap kelalaian para komisaris tersebut, belum ada suatu legal counter (pengaturan hukum)-nya.
"Kita tidak punya legal counter yang dapat mencegah hal tersebut. Juga tidak ada mekanisme yang dapat, misalnya saja, menggugat komisaris karena kelalaiannya," jelas Todung.
Jika ada suatu legal counter yang dapat diterapkan terhadap komisaris, mungkin pelaksanaan fungsi komisaris, terlebih komisaris independen, akan dapat menjadi lebih efektif. Tapi siapa yang akan menjamin hal tersebut?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagi pembaca dan blogger mania, silahkan beri komentar setiap posting yg saya muat, dan diutamakan komentar yang membangun, terimaksih